Berita – Oriental Circus Indonesia (OCI), yang bernaung di bawah Taman Safari Indonesia, baru-baru ini menghadapi sorotan publik terkait tuduhan eksploitasi terhadap para pemain sirkusnya. Dalam konferensi pers yang digelar pada 17 April 2025, Tony Sumampouw, pendiri OCI dan Komisaris Taman Safari Indonesia, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan merupakan upaya sensasional untuk menarik perhatian. Berita ini akan membahas secara mendalam klarifikasi dari pihak OCI, metode pelatihan yang diterapkan, serta tanggapan masyarakat terhadap isu ini.
Tuduhan Eksploitasi: Apa yang Terjadi?
Isu eksploitasi dalam dunia sirkus bukanlah hal baru. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak organisasi sirkus yang dilaporkan mengalami tekanan terkait perlakuan terhadap para pemainnya. OCI tidak terkecuali, dengan sejumlah mantan pemain mengklaim bahwa mereka mengalami bentuk penyiksaan selama proses pelatihan. Namun, Tony Sumampouw menanggapi dengan tegas, mengatakan bahwa praktik yang diklaim sebagai eksploitasi sebenarnya adalah bagian dari proses pendisiplinan yang diperlukan dalam pelatihan atlet.
Proses Pendisiplinan yang Diterapkan
Dalam dunia olahraga, disiplin adalah hal yang krusial. OCI menerapkan metode pelatihan yang menekankan pada kedisiplinan tinggi. Tony menjelaskan bahwa dalam latihan sirkus, tindakan tegas sering kali diperlukan untuk memastikan keselamatan dan performa para atlet. “Kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” tegasnya, menekankan bahwa keselamatan para pemain adalah prioritas utama.
Pelatihan di OCI mirip dengan standar pelatihan dalam cabang olahraga lain, seperti senam atau bela diri, di mana kesalahan kecil bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, pengawasan dan koreksi yang ketat diterapkan untuk menjaga kualitas penampilan.
Tanggapan terhadap Tuduhan Penyiksaan
Tony Sumampouw juga membantah tuduhan mengenai penyiksaan yang dialami mantan pemain. Ia menyebutkan bahwa klaim tersebut muncul dari upaya untuk menciptakan sensasi, dan tidak didukung oleh bukti yang nyata. “Kalau dibilang penyiksaan, itu membuat sensasi saja,” ujarnya, menegaskan bahwa tidak ada logika di balik klaim tersebut.
Metode Pelatihan yang Digunakan
Metode pelatihan di OCI terdiri dari berbagai teknik yang dirancang untuk memastikan bahwa para atlet dapat tampil dengan aman dan efisien. Salah satu metode yang digunakan adalah memberikan pengingat mengenai postur yang benar. Misalnya, jika kaki pemain tidak lurus saat beraksi, mereka akan diingatkan secara tegas. Tindakan ini, menurut Tony, bertujuan untuk mencegah cedera selama pertunjukan.
“Disiplin yang diterapkan dalam pelatihan bertujuan menjaga keselamatan pemain, bukan menyakiti,” tambahnya. Ini menunjukkan bahwa pendekatan yang diambil OCI berfokus pada pencegahan cedera, bukan pada eksploitasi.
Tanggapan Masyarakat dan Pihak Berwenang
Isu eksploitasi dalam sirkus telah menjadi perhatian banyak pihak, termasuk Komnas HAM. Pihak berwenang menyarankan agar OCI menempuh jalur hukum untuk mengatasi tuduhan tersebut, demi menjaga reputasi dan kepercayaan publik. Namun, OCI tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang transparan dan adil.
Dukungan dari Penggemar dan Atlet
Di tengah kontroversi ini, OCI juga menerima dukungan dari banyak penggemar dan atlet yang telah merasakan pengalaman positif selama berlatih di sirkus. Banyak yang menilai bahwa pelatihan yang ketat adalah bagian dari proses menuju kesuksesan, dan mereka menghargai dedikasi yang ditunjukkan oleh pelatih dalam mendidik para pemain.
Klarifikasi dari Oriental Circus Indonesia mengenai tuduhan eksploitasi adalah langkah penting untuk menjaga integritas dan reputasi organisasi. Dengan penegasan bahwa disiplin dalam pelatihan adalah kunci keselamatan, OCI berharap dapat meredakan keraguan publik dan melanjutkan misinya untuk memberikan pertunjukan sirkus berkualitas tinggi.
Oriental Circus Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan standar pelatihan dan menjaga kesejahteraan semua pemainnya. Dalam dunia yang semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas, langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi organisasi lain dalam menangani isu-isu serupa.
