Berita Ekonomi – Meskipun kondisi ekonomi di Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan, seperti penurunan daya beli masyarakat dan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), fenomena menarik muncul di tengah krisis ini. Banyak masyarakat yang tetap memilih untuk berlibur, menunjukkan perubahan perilaku konsumsi yang disebut sebagai “experience economy”. Apa sebenarnya yang terjadi di balik fenomena ini?
Ekonomi Indonesia: Tantangan yang Dihadapi
Selama beberapa bulan terakhir, perekonomian Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Daya beli masyarakat menurun, dan banyak perusahaan melakukan PHK massal. Kelas menengah mengalami penurunan, dan banyak orang yang dulunya memiliki posisi stabil kini berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, meski dalam keadaan sulit, masyarakat tampak tidak enggan untuk menghabiskan uang mereka untuk hiburan dan rekreasi.
Apa Itu Experience Economy?
Menurut Bhima Yudhistira, seorang ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), fenomena ini dikenal sebagai “experience economy”. “Ini adalah bentuk pelarian dari situasi ekonomi yang sulit. Saat daya beli sedang tertekan, masyarakat beralih untuk menghabiskan uang pada hal-hal yang bersifat hiburan,” jelas Bhima.
Contoh dari experience economy ini adalah penggunaan momen liburan untuk mengunjungi tempat rekreasi, menonton bioskop, atau sekadar menghabiskan waktu di kafe. Meskipun gaji tidak naik secara signifikan dan cicilan rumah masih mengganggu, belanja masyarakat diarahkan ke hiburan.
Perkembangan Tempat Hiburan
Di kota-kota besar, perkembangan tempat hiburan malam, karaoke, dan beach club meningkat pesat. Bahkan, tempat hiburan yang khusus ditujukan untuk generasi muda di bawah 30 tahun semakin banyak. Dari Bali hingga Yogyakarta, beach club bertebaran, memberikan pilihan hiburan yang beragam bagi masyarakat.
Arus investasi juga mulai mengalir ke experience economy, dengan banyak pengusaha yang berusaha menciptakan tempat-tempat unik. Misalnya, banyak orang kini mencari “hidden gems” atau kafe unik hanya untuk menikmati secangkir kopi, meskipun harga tidak selalu murah. Sensasi mencari kafe unik ini menjadi daya tarik tersendiri.
Dampak Positif dan Negatif
Meskipun fenomena ini terlihat anomali, experience economy memiliki manfaat tersendiri. Bhima menyatakan bahwa fenomena ini dapat menciptakan lapangan kerja baru, mengembangkan potensi wisata daerah, dan bahkan membantu dalam konservasi alam. Namun, dia juga memperingatkan agar masyarakat tidak mengabaikan prioritas dalam pengeluaran mereka.
“Dari pendapatan, setidaknya 40% harus dialokasikan untuk kebutuhan pokok, seperti makanan dan cicilan. Setelah itu, 40% sisa dapat ditabung atau diinvestasikan, dan hanya 20% untuk pengalaman ekonomi,” sarannya. Bhima menekankan bahwa masyarakat harus bijak dan tidak tergoda untuk berlibur dengan mengandalkan pinjaman.
Lisptick Effect: Mencari Kebahagiaan yang Terjangkau
Pakar bisnis, Profesor Rhenald Kasali, menyoroti fenomena serupa yang disebut “lipstick effect”. Istilah ini merujuk pada perubahan gaya konsumsi yang terjadi ketika masyarakat menghadapi kondisi ekonomi yang sulit. Rhenald mengungkapkan bahwa meskipun daya beli turun, orang-orang tetap mencari cara untuk menghibur diri dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal yang terjangkau.
Pada saat krisis ekonomi, seperti tragedi 9/11 di Amerika Serikat, penjualan produk-produk kecil seperti lipstik justru meningkat. Masyarakat mencari kemewahan yang terjangkau untuk menghibur diri. “Orang tetap ingin merasakan kebahagiaan, tetapi dalam bentuk yang lebih terjangkau,” kata Rhenald.
Liburan sebagai Kemewahan yang Terjangkau
Liburan menjadi salah satu bentuk kemewahan yang terjangkau. Banyak orang memilih untuk berlibur ke tempat-tempat dekat, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, yang menawarkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan liburan ke luar negeri. Dengan lebih dari 100 hari libur dalam setahun, termasuk akhir pekan, kesempatan untuk berlibur semakin banyak.
Rhenald menambahkan, “Masyarakat mencari liburan yang dekat dan terjangkau, sehingga mereka masih bisa menikmati waktu tanpa harus mengeluarkan banyak uang.”
Fenomena liburan di tengah kondisi ekonomi yang sulit menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan mencari kebahagiaan dalam situasi yang tidak ideal. Meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, masyarakat tetap berusaha untuk menemukan cara untuk menikmati hidup.
Penting bagi setiap individu untuk tetap bijak dalam mengelola keuangan, terutama dalam situasi ekonomi yang tidak menentu. Dengan memahami fenomena experience economy dan lipstick effect, masyarakat diharapkan dapat mengambil keputusan yang lebih baik dalam pengeluaran mereka, sehingga tetap dapat menikmati hidup tanpa harus terjebak dalam utang.
Dengan demikian, meskipun ekonomi tidak baik-baik saja, semangat untuk berlibur dan mencari kebahagiaan tetap hidup di kalangan masyarakat Indonesia.