Info Terkini – Konflik yang berlarut-larut antara dua putra Lee Kuan Yew, pendiri Singapura, kembali mencuat ke permukaan. Lee Hsien Yang dan Lee Hsien Loong terlibat dalam perseteruan sengit mengenai nasib rumah warisan ayah mereka yang berlokasi di Jalan 38 Oxley Road. Ketegangan ini semakin meningkat setelah Lee Hsien Yang mengumumkan bahwa ia telah mendapatkan suaka di Inggris, menjadikannya pengungsi akibat konflik dengan saudaranya.
Lee Kuan Yew, yang menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Singapura dari tahun 1959 hingga 1990, adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam sejarah negara tersebut. Setelah meninggal pada Maret 2015, warisan yang ditinggalkannya, termasuk rumahnya, menjadi sumber perselisihan di antara anak-anaknya. Rumah tersebut bukan hanya sekadar bangunan, tetapi merupakan saksi bisu dari perjalanan Singapura menuju modernitas.
Keinginan Lee Kuan Yew
Sebelum meninggal, Lee Kuan Yew menyatakan keinginannya untuk menghancurkan rumah tersebut, yang ia anggap tidak layak karena kondisi fisiknya yang buruk. Ia menyebutkan bahwa rumah itu lembab dan biaya pemeliharaannya terlalu tinggi. Dalam surat wasiatnya, ia menyatakan bahwa rumah itu seharusnya dirobohkan.
Posisi Lee Hsien Yang dan Lee Hsien Loong
Konflik antara Lee Hsien Yang dan Lee Hsien Loong berfokus pada apakah rumah tersebut seharusnya dihancurkan atau dijadikan sebagai bangunan bersejarah. Lee Hsien Yang berpendapat bahwa menghancurkan rumah tersebut adalah cara untuk menghormati keinginan ayahnya. Sementara itu, Lee Hsien Loong, yang merupakan mantan Perdana Menteri, berargumen bahwa nasib rumah itu harus diputuskan oleh pemerintah Singapura, yang dapat mempertimbangkan nilai sejarah dan arsitektur dari bangunan tersebut.
Lee Hsien Yang: Suaka dan Perjuangan
Lee Hsien Yang mengungkapkan dalam unggahan di Facebook bahwa ia telah mencari suaka di Inggris sejak 2022 untuk menghindari tekanan dari pemerintah Singapura. Ia merasa bahwa pemerintah telah melakukan tindakan yang tidak adil terhadapnya, termasuk mengadili putranya dan melakukan penyelidikan terhadap keluarganya. Dalam pernyataannya, ia tetap berharap untuk kembali ke Singapura suatu hari nanti.
Sejarah Rumah di Jalan 38 Oxley Road
Rumah di Jalan 38 Oxley Road bukan hanya tempat tinggal Lee Kuan Yew, tetapi juga panggung bagi banyak peristiwa penting dalam sejarah Singapura. Banyak tokoh penting Singapura pernah berkumpul di rumah ini untuk membahas masa depan negara. Rumah ini juga menjadi simbol dari perjuangan dan visi Lee Kuan Yew untuk Singapura.
Arsitektur dan Signifikansi
Rumah ini memiliki nilai arsitektur yang tinggi dan telah dinyatakan sebagai bangunan bersejarah oleh beberapa pihak. Komite kementerian Singapura menyatakan bahwa properti ini memiliki signifikansi arsitektur dan warisan yang tidak bisa diabaikan. Dalam konteks ini, Lee Hsien Loong berpendapat bahwa rumah itu seharusnya dilestarikan sebagai bagian dari sejarah negara.
Dampak Terhadap Warisan dan Masyarakat
Konflik ini tidak hanya mencerminkan perseteruan keluarga, tetapi juga menyoroti masalah yang lebih besar terkait warisan dan identitas nasional Singapura. Dengan semakin berkembangnya modernisasi, ada kekhawatiran bahwa bangunan-bangunan bersejarah akan hilang, dan konflik ini menjadi simbol dari pertempuran antara tradisi dan modernitas.
Reaksi publik terhadap konflik ini cukup beragam. Banyak warga Singapura yang mengikuti berita ini dengan penuh perhatian, mengingat posisi Lee Kuan Yew dalam sejarah negara. Sebagian besar masyarakat berharap agar konflik ini dapat diselesaikan dengan cara yang damai dan mengedepankan kepentingan nasional.
Cekcok antara Lee Hsien Yang dan Lee Hsien Loong mengenai nasib rumah warisan Lee Kuan Yew menunjukkan bahwa warisan bukan hanya soal materi, tetapi juga tentang nilai-nilai yang melekat pada sejarah. Sementara Lee Hsien Yang mencari suaka untuk melindungi dirinya dari apa yang ia anggap sebagai ketidakadilan, Lee Hsien Loong berjuang untuk melestarikan warisan sejarah yang mungkin memiliki nilai bagi generasi mendatang.