Para Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar dan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding. Membahas isu-isu terkait perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran Indonesia, terutama upaya diplomatik untuk mendukung mereka, pada hari Selasa.
“Kami memiliki diskusi panjang, menekankan perlunya pekerja migran kami di luar negeri untuk menerima prioritas dalam upaya diplomatik kami. Mengingat jumlah mereka yang signifikan, kami ingin pekerja migran menjadi bagian dari tujuan diplomasi luar negeri kami.” Kata Iskandar dalam konferensi pers di sini Selasa.
Dia mencatat bahwa pekerja migran berkontribusi hampir Rp300 triliun per tahun ke cadangan devisa Indonesia. Oleh karena itu, semua kementerian, lembaga, dan pihak terkait harus memberikan perhatian serius. Terhadap keberangkatan, penempatan, perlindungan, dan kepulangan mereka ke Indonesia.
“Karena pentingnya devisa ini, kami berharap semua kementerian, pihak terkait, dan Kementerian Luar Negeri. Memperhatikan persiapan keberangkatan, penempatan, proses rekrutmen, dan perlindungan (para pekerja) di negara tujuan — sampai mereka kembali ke tanah air,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Karding menyoroti bahwa pekerja migran adalah penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor migas.
Oleh karena itu, perhatian harus di berikan dari hulu ke hilir untuk menciptakan lapangan kerja. Dan pangsa pasar yang menguntungkan di masa depan, ujarnya.
“Kami percaya bahwa kami pada akhirnya dapat menyaingi pendapatan devisa dari sektor minyak dan gas. Asalkan Kementerian Luar Negeri dan semua kementerian terkait memprioritaskan diplomasi pekerja migran sebagai fokus utama dalam upaya. Diplomatik kami di masa depan,” tambahnya.
Menteri Dukung Sistem Pekerja Migran Digital untuk Perlindungan yang Lebih Baik
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menyatakan dukungan untuk digitalisasi pengelolaan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk meningkatkan perlindungan pekerja.
“Kita sudah memasuki era digitalisasi, dan manajemen penempatan PMI harus dilakukan dalam sistem yang terintegrasi antara sistem yang di miliki oleh negara tujuan dengan sistem di Indonesia,” katanya, menurut keterangan yang di rilis kantornya, Selasa.
Berbicara pada Rapat Koordinasi Atase Tenaga Kerja di Seoul, Korea Selatan, pada hari Selasa, Fauziyah mengamati bahwa digitalisasi penting untuk memastikan migrasi tenaga kerja yang aman secara terarah dan tertib, seperti yang di amanatkan oleh Global Compact for Migration.
Dengan menggunakan sistem digital yang terintegrasi, pengawasan terhadap pekerja Indonesia dapat dilakukan dengan lebih efektif — mulai dari tahap pra-kerja, selama bekerja, hingga tahap pasca-kerja — di berbagai negara penempatan, lanjutnya.
“Dengan sistem ini, kami dapat meningkatkan pemantauan kami mengenai keberadaan dan kondisi pekerja migran, memastikan mereka mendapatkan perlindungan yang layak,” jelas Fauziyah.
Ia juga menekankan perlunya mempelajari dan memahami berbagai regulasi terkait penempatan dan perlindungan pekerja migran, termasuk peraturan ketenagakerjaan di negara tujuan.
Dalam pernyataan yang sama, Direktur Jenderal Pengembangan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Peluang Kerja Kementerian Kesehatan, Haryanto, menginformasikan bahwa pertemuan tersebut mencakup diskusi kelompok terfokus (FGD), penyampaian materi dan diskusi panel, sesi berbagi pengalaman, dan klinik pelatihan tentang aspek teknis ketenagakerjaan, kebijakan luar negeri, dan manajemen.
“Peserta dalam rapat koordinasi ini di harapkan dapat memahami dan mengimplementasikan peran mereka dengan lebih baik, sebagai perlindungan bagi pekerja migran kita dan mewujudkan hubungan kerja sama yang lebih kuat di sektor ketenagakerjaan dengan negara penempatan,” tambahnya.