Menteri Indonesia – Keluarga korban dan aktivis telah mengkritik seorang menteri Indonesia. Karena menyangkal pelanggaran hak asasi manusia selama kerusuhan Mei 1998 yang menggulingkan rezim otoriter Soeharto. Ayah mertua Presiden baru Prabowo Subianto.
Mereka mengatakan pernyataan yang di buat oleh Yusril Ihza Mahendra, menteri koordinator hukum, hak asasi manusia dan imigrasi. Bertentangan dengan kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Yang mengkategorikan kasus kerusuhan sebagai pelanggaran HAM berat yang perlu di adili di pengadilan ad hoc.
“Masa lalu sangat sulit bagi kami untuk mengungkapkan. Mungkin karena bukti sudah tidak ada lagi atau insiden itu terjadi sejak lama.” Kata Mahendra dalam pernyataan pelantikannya setelah pemerintahan baru di bawah Subianto mengambil alih kekuasaan pada 21 Oktober.
Ibu Katolik Maria Catharina Sumarsih mengatakan pernyataan Mahendra menunjukkan “dia bukan seorang negarawan, tetapi seorang pria yang mengejar jabatan.” Putranya Bernardus Realino Norma Irawan termasuk di antara mereka yang tewas selama kerusuhan.
Sumarsih, yang telah menggelar Aksi Kamisan (Rapat Umum Kamis) di depan istana negara di Jakarta sejak 2007. Mengatakan pernyataan itu semakin mengurangi harapan akan keadilan.
Dia mengatakan persidangan oleh pengadilan ad hoc akan “sulit dan rumit” karena pernyataan seperti ini.
Kerusuhan pada Mei 1998
Kerusuhan pada mei 1998 terjadi sebelum jatuhnya Soeharto, yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Jenderal militer adalah salah satu yang di curigai dalang kerusuhan. Yang terjadi ketika Subianto menjadi kepala Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.
Setelah Subianto memberinya tempat kabinet, Mahendra meminta masyarakat untuk melupakan pelanggaran HAM masa lalu.
Sehari kemudian, dia mengklarifikasi pernyataannya, mengatakan pemerintah akan meninjau semua hal yang berkaitan dengan kerusuhan 1998. Termasuk temuan tim yang di bentuk oleh pemerintah sebelumnya dan rekomendasi Komnas HAM.
Namun, 16 organisasi masyarakat sipil mengatakan pernyataan Mahendra adalah “upaya negara untuk menutupi pelanggaran hak asasi manusia yang berat.”
“Ini menunjukkan bahwa negara berusaha melarikan diri dari tanggung jawabnya,” kata mereka.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan tidak pantas bagi pejabat pemerintah. Untuk membuat pernyataan palsu tentang hak asasi manusia, “terutama oleh seorang pejabat yang tugasnya adalah undang-undang hak asasi manusia.”
Menurut temuan tim pencari fakta gabungan. Kerusuhan itu menewaskan 1.217 orang dan melukai setidaknya 91 orang di ibu kota Jakarta saja. Di tempat-tempat lain, 33 nyawa hilang, dan 74 orang terluka, selain kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual yang di laporkan.